Duit dan Lelaki Bersarung Kumal

Duit dan Lelaki Bersarung Kumal

Catatan Pinggir: Bahtiar Parenrengi

Agak telat untuk menunaikan Shalat Dhuhur. Hingga harus keluar dari rombongan yang dikawal pengamanan, usai melakukan tugas liputan Covid 19.

Saya bergegas wudhu, bersama seorang jurnalis yang sedari tadi menemani. Entah dari mana asal suara yang begitu lantang. Ternyata suara itu, berasal dari seorang lelaki tanpa baju. Lelaki itu hanya mengenakan sarung yang sudah usang. Kumal.

Suaranya lantang, meminta duit. “engka doi ta nak”?? Sedikit kaget. Saya menjawab refleks, “iye, tapi loka jolo massempajang”. Dia menurut dan menunggui saya diserambi masjid.

Saya pun hanya menunaikan Dhuhur di serambi masjid, walau lantainya agak kotor. Pintu terkunci saat mencoba memasukinya. Mungkin pertimbangan keamanan, karena masjid ini memang kelihatan mewah.

Pria tanpa baju ini berlalu begitu cepat usai menerima selembar duit. Entah dia tau atau tidak, nilai yang saya sodorkan. Entahlah.

Dia berlalu begitu cepat dengan mulut komat-kamit, dengan uangkapan yang saya tidak mengerti artinya. Lelaki bersarung kumal itu lenyap dari pandangan. Langkahnya begitu cepat.

***
Lelaki bersarung kumal itu terus mengganggu pikiranku. Teman seprofesi tersenyum saat berkata padanya, lelaki tanpa baju itu tetap memiliki kesadaran.

Sadar. Yaa sadar. Karena rela menunggu untuk mendapatkan uang yang dimintanya. Menunggu sambil meraih rupiah yang saya sodorkan.

Seolah tak percaya. Karena kondisi fisik, tak memungkinkan untuk dipercaya bahwa lelaki itu masih memiliki ‘rasa sadar’.

Setidaknya ini menjadi bahan renungan ataupun bahan dialog ringan bahwa orang yang memiliki gangguan jiwa tentunya memiliki kesadaran pula.

Dalam berbagai literasi disebutkan,
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stres atau kelainan jiwa yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia.

Dikutip dari  Psychiatry, orang dengan gangguan jiwa bertindak dan berperilaku berbeda yang terbilang aneh dan kadang tak masuk akal. Mereka bisa cemas, marah, menangis, atau bahkan melakukan kekerasan fisik.

Kalaulah kita tak mampu mengelola stres, semisal stres karena bangkrut, tak terpilih dalam pencalegkan, putus cinta, terlilit utang, mabuk duit dan yang lainnya, tentu akan berpotensi mengalami gangguan jiwa.

Seperti Lirik Lagu Mabuk Duit – Erie Suzan, …..Banyak yang setres ( karna duit)
Banyak yang gila ( karna duit)
Akhirnya masuk rumah sakit
Mabok-mabok duit duit
Mabok-mabok duit”.

***
Lelaki bersarung kumal, tak kecapean keliling kampung. Kita dipertemukan tak terencana.

Kau telah menarik garis munajat keIlahian orang-orang di sekelilingmu. Dan telah menjadi amsal yang mewujud dikeseharian banyak orang yang merasa waras.

Kita pun menarik hikmah bahwa, orang yang tak waras saja masih butuh duit, apa tah lagi dengan orang yang waras.

Amsal yang berkeliling kampung itu menjadi bahan berpikir kita, bahwa sungguh kehidupan begitu syahdu jika disadari.

Kita tersadar bahwa hidup perlu keseimbangan. Karena ketidak seimbangan terkadang muncul, disebabkan oleh duit. Itu salah satunya, kata sahabat saya. Duit bisa menjadi pemicu terjadinya gangguan jiwa.

Dan potensi itu bisa terjadi ditengah pandemi virus Covid 19. Banyak orang di PHK, dirumahkan oleh perusahaan. Kontraktor harus gigit jari, karena berbagai proyek dibatalkan dan pekerja media pun rasa was-was, karena disamping besarnya resiko terjangkit yang bisa dialami, juga dampak dirumahkan.

Seperti ditulis oleh kompas.com, ada sejumlah aduan yang muncul, yaitu, 26 orang terkena PHK sepihak, 21 orang dirumahkan tanpa gaji atau dengan pemotongan gaji, 11 orang mengalami pemotongan/penundaan upah atau tunjangan, serta 3 lainnya tak dapat meliput selama pandemi.

Tak ketinggalan suara dari kalangan ASN menjadi sumbang karena sebagian haknya harus disumbangkan.

Kalau cobaan itu disadari, maka cobaan itu bisa teratasi pula. Karena duit bukanlah segalanya. Seperti kata Barack Obama, Uang bukan satu-satunya jawaban, tapi itu membuat perbedaan.

Kata bijak itu cukup mengandung arti, bahwa uang atau duit menjadi jawaban atas kebutuhan hidup kita. Namun uang bukan merupakan satu-satunya hal yang sempurna. Bahkan bisa lebih buruk dari yang kita bayangkan.

Kita bisa menjadi pribadi yang berbeda dari yang sebelumnya hanya karena duit.Tak jarang, kemauan dan dorongan serta ambisi yang cenderung mirip kegilaan ini mengubah kepribadian kita dan menjadikan kita tidak sebagai diri kita sendiri di mata orang lain.

Lelaki bersarung kumal, bisa saja dia lebih berharga dibanding kita. Dimata Tuhan, kita mungkin berada pada tempat yang terendah,
Asfala Safilin. Dan mungkin saja, lelaki itu lebih suci dibanding kita. Bisa juga lebih derajatnya lebih tinggi dibanding kita. Bisa saja.

Loading...

Pos terkait

Comment